Cybervandalism yang melakukan pengrusakan konten seperti melakukan hacking situs atau menonaktifkan server dengan data overload. Cybervandalism adalah bentuk serangan yang paling luas dan banyak menyita perhatian publik. Namun seringkali efek dari insiden tersebut dibatasi oleh waktu dan relatif tidak berbahaya.

Cybercrimes & CyberCriminals
•Banyak berita-berita di media massa tentang kejahatan komputer
•Kadang hacker dianggap sebagai ‘pahlawan’
•Persepsi tentang hacking dan kejahatan komputer berubah karena meningkatnya ketergantungan terhadap internet

1.Definisi cyber crime
Kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber

2.Ciri Cybercrime
•Parker (1998) percaya bahwa ciri hacker komputer biasanya menunjukkan sifat-sifat berikut :
- Terlampau lekas dewasa
- Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
- Keras hati
•Sementara banyak orang yang beranggapan bahwa hacker adalah orang yang sangat pintar dan muda
•Parker masih menyatakan bahwa kita harus berhati-hati membedakan antara hacker sebagai tindakan kriminal yang tidak profesional dengan hacker sebagai tindakan kriminal yang profesional
•Parker menunjukkan bahwa ciri tetap dari hacker (tidak seperti kejahatan profesional) adalah tidak dimotivasi oleh materi
•Hal tersebut bisa dilihat bahwa hacker menikmati apa yang mereka lakukan

3.Kategori cyber crime
1.Cyberpiracy
penggunaan teknologi komputer untuk :
•mencetak ulang software atau informasi
•mendistribusikan informasi atau software tersebut melalui jaringan komputer
2. Cybertrespass
penggunaan teknologi komputer untuk meningkatkan akses pada:
•Sistem komputer sebuah organisasi atau individu
•Web site yang di-protect dengan password
3.Cybervandalism
penggunaan teknologi komputer untuk membuat program yang :
•Mengganggu proses transmisi informasi elektronik
•Menghancurkan data di computer

4.Contoh cyber crime berdasarkan kategori
1.Mendistribusikan mp3 di internet melalui teknologi peer to peer
2.Membuat virus SASSER
3.Melakukan serangan DoS (deniel of Service) ke sebuah web

Hacking vs Cracking
•Hacker Jargon File menyatakan bahwa cracker adalah orang yang merusak sistem keamanan sebuah sistem
•Cracker biasanya kemudian melakukan ‘pencurian’ dan tindakan anarki, begitu mereka mendapat akses
•Sehingga muncul istilah whitehat dan blackhat. Whitehat adalah hacker yang lugu, dan blackhat adalah seperti yang disebutkan di atas sebagai cracker
•Namun demikian, orang lebih senang menyebutkan hacker untuk whitehat dan blackhat, walaupun pengertiannya berbe da

1. Hacker
•Biasanya hacker-hacker menggunakan tool-tool yang sudah ada di internet
•Tool tersebut kemudian dijalankan untuk menyerang sistem komputer
•Hacker berpengalaman membuat script atau program sendiri untuk melakukan hacking

2. Target Hacking
•Database kartu kredit
•Database account bank
•Database informasi pelanggan
•Pembelian barang dengan kartu kredit palsu atau kartu credit orang lain yang bukan merupan hak kita (carding)
•Mengacaukan sistem

3.Hacker dan Hukum
•Seseorang yang membuka pintu rumah orang lain, tetapi tidak masuk ke rumah tersebut tidak akan mendapatkan hukuman yang sama dengan orang yang masuk ke rumah orang lain tanpa ijin
•Orang yang masuk rumah orang lain tanpa ijin tidak akan mendapatkan hukuman yang sama dengan orang yang mencuri barang oran g lain atau melakukan tindakan pengrusakan di dalam rumah orang lain .

Kesimpulan

•Definisi Cybercrime paling tepat dikemukakan oleh Tavani (2000) yaitu kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber
•Hacker tidaklah sama seperti cracker
•Untuk mempermudah menangani cybercrime, cybercrime diklasifikasikan menjadi : cyberpiracy, cybertrespass, dan cybervandalism

cyber VANDALISM
indonesia hanya mampu adili Dua Kasus Hacking?!

JAKARTA,SABTU - Meski kasus hacking marak di Indonesia, namun menurut data penelitian Unit V IT & Cybercrime Bareskrim Polri, hanya dua kasus hacking yang berhasil diungkap dan diproses ke pengadilan, yaitu kasus hacking website Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tahun 2004 dan kasus hacking website Partai Golkar pada tahun 2006.
Kedua kasus ini telah menarik perhatian publik karena entah secara kebetulan atau tidak, keduanya terjadi pada dua website institusi politik dan istilah hacking yang memang baru dikenal luas. Kasus hacking website KPU dilakukan oleh Dani Firmansyah dari Yogyakarta, sedangkan kasus hacking website Partai Golkar dilakukan oleh Iqra Syafaat dari Batam.
Dalam penelitiannya, Kepala Unit V IT & Cybercrime Bareskrim Polri Kombes Polisi Petrus Reinhard Golose mengungkapkan bahwa polisi sebagai aparat penegak hukum belum secara baik dipersiapkan untuk menangani kasus-kasus di media virtual semacam ini. Padahal menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) sendiri, pada tahun 2003 telah tercatat 2.267 kasus network accident dan di tahun 2004 terdapat 1.103 kasus serupa. Akibatnya, kasus-kasus ini tidak banyak ditangani secara tegas oleh aparat.
Menurut Petrus, penanganan kasus cybercrime sendiri sangat berkaitan dengan sistem peningkatan kualitas SDM di kepolisian sendiri. "Kita harusnya bukan hanya menciptakan polisi-polisi yang mahir komputer namun bagaimana menciptakan polisi yang ahli menyelidik kejahatan yang berhubungan dengan komputer," ujar Petrus dalam paparan disertasinya di hadapan sembilan anggota tim penguji di Balai Sidang UI Depok, Sabtu (7/6).
Petrus mengakui, kehidupan masyarakat sendiri saat ini sudah bergerak menuju digital dan online, namun pada faktanya aparat penegak hukum sendiri belum banyak yang mengerti tentang digital evidence, sebuah barang bukti kejahatan cyber yang wujudnya tidak kelihatan karena berupa data. Oleh karena itu, Petrus merekomendasikan pendidikan khusus di Akademi Kepolisian, sekolah polisi dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) mengenai kemampuan menjelajah dunia cyber dan mensinergikan penggunaan software dan hardware dalam penyidikan cybercrime.
"Kita juga harus bisa beri pengertian kepada atasan, mengenai pentingnya ini, menggalang kerja sama dengan external stakeholders, seperti Microsoft dan instansi penegak hukum dalam atau luar negeri untuk melaksanakan pelatihan," ujar Petrus.

 

Sekilas Kasus Hacking dan Hacker Dimata Hukum

Meski kasus hacking marak di Indonesia, namun menurut data penelitian Unit V IT & Cybercrime Bareskrim Polri, hanya dua kasus hacking yang berhasil diungkap dan diproses ke pengadilan, yaitu kasus hacking website Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tahun 2004 dan kasus hacking website Partai Golkar pada tahun 2006.

Kedua kasus ini telah menarik perhatian publik karena entah secara kebetulan atau tidak, keduanya terjadi pada dua website institusi politik dan istilah hacking yang memang baru dikenal luas. Kasus hacking website KPU dilakukan oleh Dani Firmansyah dari Yogyakarta, sedangkan kasus hacking website Partai Golkar dilakukan oleh Iqra Syafaat dari Batam.

Dalam penelitiannya, Kepala Unit V IT & Cybercrime Bareskrim Polri Kombes Polisi Petrus Reinhard Golose mengungkapkan bahwa polisi sebagai aparat penegak hukum belum secara baik dipersiapkan untuk menangani kasus-kasus di media virtual semacam ini. Padahal menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) sendiri, pada tahun 2003 telah tercatat 2.267 kasus network accident dan di tahun 2004 terdapat 1.103 kasus serupa. Akibatnya, kasus-kasus ini tidak banyak ditangani secara tegas oleh aparat.

Menurut Petrus, penanganan kasus cybercrime sendiri sangat berkaitan dengan sistem peningkatan kualitas SDM di kepolisian sendiri. “Kita harusnya bukan hanya menciptakan polisi-polisi yang mahir komputer namun bagaimana menciptakan polisi yang ahli menyelidik kejahatan yang berhubungan dengan komputer,” ujar Petrus dalam paparan disertasinya di hadapan sembilan anggota tim penguji di Balai Sidang UI Depok, Sabtu (7/6).

Petrus mengakui, kehidupan masyarakat sendiri saat ini sudah bergerak menuju digital dan online, namun pada faktanya aparat penegak hukum sendiri belum banyak yang mengerti tentang digital evidence, sebuah barang bukti kejahatan cyber yang wujudnya tidak kelihatan karena berupa data. Oleh karena itu, Petrus merekomendasikan pendidikan khusus di Akademi Kepolisian, sekolah polisi dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) mengenai kemampuan menjelajah dunia cyber dan mensinergikan penggunaan software dan hardware dalam penyidikan cybercrime.

“Kita juga harus bisa beri pengertian kepada atasan, mengenai pentingnya ini, menggalang kerja sama dengan external stakeholders, seperti Microsoft dan instansi penegak hukum dalam atau luar negeri untuk melaksanakan pelatihan,” ujar Petrus.

MENDESAK PERLUNYA UNDANG-UNDANG ANTI HACKING

Maraknya kasus transaksional yang dihadapi dunia dan Indonesia saat ini mendorong penanganan kasus-kasus yang sering disebut cybercrime ini membutuhkan payung besar untuk menindak pelakunya secara pidana. Hingga saat ini payung hukum itu masih dalam bentuk RUU.

Komisaris Besar Petrus Reinhard Golose yang hari ini, Sabtu (7/6), baru saja mendapatkan gelar doktornya dalam ilmu kepolisian mengatakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) belum cukup kuat untuk menyeret pelaku ke pengadilan. “Sebenarnya banyak kelemahan dalam UU ITE. Pada faktanya belum ada ketentuan hukum materil yang secara tegas mengatur cybercrime,” ujar Petrus usai dinyatakan berhak menyandang gelar doktor oleh sembilan orang anggota tim penguji sidang di Balai Sidang UI Depok, Sabtu (7/6).

Ketentuan hukum yang tegas mencakup dunia cyber sangat mendesak karena menurut Petrus di berbagai segi kehidupan masyarakat terus bergerak ke arah online. Kalaupun ada kejahatan di dunia cyber, wujudnya tidak kelihatan dan sulit dibuktikan. “Internet itu sekarang sudah menyentuh hidup semua orang, second life dengan internet, misalnya saja melakukan transaksi. Bayangkan seperti di Estonia, gara-gara dihack, selama satu hari semua aktivitas berhenti,” ujar Petrus yang memfokuskan penelitiannya pada hacking.

Di Indonesia sendiri, baru dua kasus hacking yang disidangkan, yaitu kasus hacking website Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ditangani oleh Polda Metro Jaya dan kasus hacking website Partai Golkar oleh Unit V IT & Cybercrime Direktorat II Eksus Bareskrim Polri. Website Golkar sendiri dihack oleh seorang lelaki dari Batam yang bernama Iqra Syafaat.

TKP TINDAK PIDANA HACKING ADALAH KOMPUTER

Penafsiran terhadap hukum dan karakteristik hacking yang khas berbeda dengan kejahatan konvensional merupakan tantangan bagi para penyidik dalam melakukan penyidikan. Pasalnya, wujud kejahatannya tidak kelihatan, hacking bersifat borderless, transnasional dan paperless karena semua jejak hanya tersimpan dalam komputer dan jaringan berupa log files.

Oleh karena itu, dalam disertasinya, Kepala Unit V IT & Cybercrime Bareskrim Polri Kombes Polisi Petrus Reinhard Golose menyatakan bahwa penyidik perlu menerapkan prinsip-prinsip dan fungsi manajemen yang khas dalam proses penyidikan. Dengan manajemen penyidikan tindak pidana hacking ini, proses manajemen penyidikan dapat terus berlanjut sampai ke tahap persidangan. “Saat ini belum ada penerapan UU yang berkaitan dengan hacking,” ujar Petrus dalam paparannya di hadapan sembilan anggota tim penguji di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI), Sabtu (7/6).

Manajemen hacking yang disebutkan oleh Petrus terdiri dari penerimaan laporan, penugasan, perencanaan, pelaksanaan dan penyesuaian, pengendalian dan evaluasi, penyerahan hasil, bantuan di persidangan dan dokumentasi hukum. Dokumentasi hukum sendiri dianggap sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan penyidikan pada kasus hacking di kemudian hari. Melalui analisis mengenai siklus manajemen dalam penelitiannya, Petrus menuturkan bahwa penyidikan tindak pidana hacking memiliki karakteristik yang khas, yaitu dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi, tidak mengenal batas wilayah (borderless) dan lintas batas negara (transnasional), dan tidak meninggalkan jejak berupa dokumen fisik (paperless) tapi dalam bentuk data (log files).

Dalam penyidikan, penyidik perlu menjelajah dunia cyber, bahkan melakukan penyamaran di internet (virtual undercover) untuk menemukan hacker dan perlu adanya eksistensi bukti digital seperti log files yang memberikan informasi berupa catatan atas perintah atau pesan kepada server korban yang dapat menunjukkan IP (internet protocol) address para hacker. Selain itu, perlu penanganan khusus terhadap komputer sebagai TKP.

Menurut Prof. Dr. Sarlito W. Sarwono, Psi, selaku promotor Petrus mengatakan bahwa penelitian mengenai kejahatan cyber yang dilakukan Petrus dengan mengambil studi kasus penyidikan tindak pidana hacking website Partai Golkar oleh Unit V IT & Cybercrime Bareskrim Polri merupakan penelitian kejahatan cyber yang pertama di Indonesia, bahkan Mungkin di Asia.
Pengertian Cybercrime
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet. Beberapa pendapat mengindentikkan cybercrime dengan computer crime.

Karakteristik Cybercrime
Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua jenis kejahatan sebagai berikut:
a. Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
b. Kejahatan kerah putih (white collar crime)

Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model di atas. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima hal berikut:
1. Ruang lingkup kejahatan
2. Sifat kejahatan
3. Pelaku kejahatan
4. Modus Kejahatan
5. Jenis kerugian yang ditimbulkan

Jenis-jenis Cybercrime:
a. Unauthorized Access
b. Illegal Contents
c. Penyebaran virus secara sengaja
d. Data Forgery
e. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
f. Cyberstalking
g. Carding
h. Hacking dan Cracker
i. Cybersquatting and Typosquatting
j. Hijacking
k. Cyber Terorism

Berdasarkan Motif Kegiatan
Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua jenis sebagai berikut :
a. Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal
b. Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”

Penanggulangan Cybercrime
a. Mengamankan sistem
b. Penanggulangan Global
MODUS-MODUS KEJAHATAN DALAM TEKNOLOGI INFORMASI

Kebutuhan akan teknologi Jaringan Komputer semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui Internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga cyberspace, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif pun tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi marak di media Internet, masyarakat pun tak bisa berbuat banyak.
Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut dengan "CyberCrime" atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa kasus "CyberCrime" di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet dan intranet.

Pengertian Cybercrime
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet. Beberapa pendapat mengindentikkan cybercrime dengan computer crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertien computer crime sebagai:
“…any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution”.
(www.usdoj.gov/criminal/cybercrimes)


Pengertian tersebut identik dengan yang diberikan Organization of European Community Development, yang mendefinisikan computer crime sebagai:
“any illegal, unehtical or unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of data”.
Adapun Andi Hamzah (1989) dalam tulisannya “Aspek-aspek Pidana di Bidang komputer”, mengartikan kejahatan komputer sebagai:
”Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal”.
Dari beberapa pengertian di atas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa cybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.

Karakteristik Cybercrime
Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua jenis kejahatan sebagai berikut:
a. Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.
b. Kejahatan kerah putih (white collar crime)
Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan, yakni kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu.

Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model di atas. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima hal berikut:
1. Ruang lingkup kejahatan
2. Sifat kejahatan
3. Pelaku kejahatan
4. Modus Kejahatan
5. Jenis kerugian yang ditimbulkan

Jenis Cybercrime
Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
a. Unauthorized Access
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probing dan port merupakan contoh kejahatan ini.
b. Illegal Contents
Merupakan kejahatn yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.
c. Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
d. Data Forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
e. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.



f. Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
g. Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
h. Hacking dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.
i. Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.


j. Hijacking
Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
k. Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer. Beberapa contoh kasus Cyber Terorism sebagai berikut :
• Ramzi Yousef, dalang penyerangan pertama ke gedung WTC, diketahui menyimpan detail serangan dalam file yang di enkripsi di laptopnya.
• Osama Bin Laden diketahui menggunakan steganography untuk komunikasi jaringannya.
• Suatu website yang dinamai Club Hacker Muslim diketahui menuliskan daftar tip untuk melakukan hacking ke Pentagon.
• Seorang hacker yang menyebut dirinya sebagai DoktorNuker diketahui telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau mengubah isi halaman web dengan propaganda anti-American, anti-Israel dan pro-Bin Laden.

Berdasarkan Motif Kegiatan
Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua jenis sebagai berikut :
a. Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal
Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.
b. Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”
Pada jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup sulit menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.

Berdasarkan Sasaran Kejahatan
Sedangkan berdasarkan sasaran kejahatan, cybercrime dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori seperti berikut ini :
a. Cybercrime yang menyerang individu (Against Person)
Jenis kejahatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Beberapa contoh kejahatan ini antara lain :
• Pornografi
Kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas.
• Cyberstalking
Kegiatan yang dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya dengan menggunakan e-mail yang dilakukan secara berulang-ulang seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja berbau seksual, religius, dan lain sebagainya.
• Cyber-Tresspass
Kegiatan yang dilakukan melanggar area privasi orang lain seperti misalnya Web Hacking. Breaking ke PC, Probing, Port Scanning dan lain sebagainya.
b. Cybercrime menyerang hak milik (Againts Property)
Cybercrime yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak milik orang lain. Beberapa contoh kejahatan jenis ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian informasi, carding, cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan yang bersifat merugikan hak milik orang lain.
c. Cybercrime menyerang pemerintah (Againts Government)
Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap pemerintah. Kegiatan tersebut misalnya cyber terorism sebagai tindakan yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi pemerintah atau situs militer.

Penanggulangan Cybercrime
Aktivitas pokok dari cybercrime adalah penyerangan terhadap content, computer system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam cyberspace. Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak memerlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan. Berikut ini cara penanggulangannya :
a. Mengamankan sistem
Tujuan yang nyata dari sebuah sistem keamanan adalah mencegah adanya perusakan bagian dalam sistem karena dimasuki oleh pemakai yang tidak diinginkan. Pengamanan sistem secara terintegrasi sangat diperlukan untuk meminimalisasikan kemungkinan perusakan tersebut. Membangun sebuah keamanan sistem harus merupakan langkah-langkah yang terintegrasi pada keseluruhan subsistemnya, dengan tujuan dapat mempersempit atau bahkan menutup adanya celah-celah unauthorized actions yang merugikan. Pengamanan secara personal dapat dilakukan mulai dari tahap instalasi sistem sampai akhirnya menuju ke tahap pengamanan fisik dan pengamanan data. Pengaman akan adanya penyerangan sistem melaui jaringan juga dapat dilakukan dengan melakukan pengamanan FTP, SMTP, Telnet dan pengamanan Web Server.
b. Penanggulangan Global
The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, dimana pada tahun 1986 OECD telah memublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related Crime : Analysis of Legal Policy. Menurut OECD, beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah :
1. melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya.
2. meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional.
3. meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
4. meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.
5. meningkatkan kerjasama antarnegara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime.

Perlunya Cyberlaw

Perkembangan teknologi yang sangat pesat, membutuhkan pengaturan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi tersebut. Sayangnya, hingga saat ini banyak negara belum memiliki perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi, baik dalam aspek pidana maupun perdatanya.
Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.
Banyak kasus yang membuktikan bahwa perangkat hukum di bidang TI masih lemah. Seperti contoh, masih belum dilakuinya dokumen elektronik secara tegas sebagai alat bukti oleh KUHP. Hal tersebut dapat dilihat pada UU No8/1981 Pasal 184 ayat 1 bahwa undang-undang ini secara definitif membatasi alat-alat bukti hanya sebagai keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa saja. Demikian juga dengan kejahatan pornografi dalam internet, misalnya KUH Pidana pasal 282 mensyaratkan bahwa unsur pornografi dianggap kejahatan jika dilakukan di tempat umum.
Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasuss carding misalnya, kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri data kartu kredit orang lain.

Perlunya Dukungan Lembaga Khusus
Lembaga-lembaga khusus, baik milik pemerintah maupun NGO (Non Government Organization), diperlukan sebagai upaya penanggulangan kejahatan di internet. Amerika Serikat memiliki komputer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) sebagai sebuah divisi khusus dari U.S. Departement of Justice. Institusi ini memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime. Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki IDCERT (Indonesia Computer Emergency Rensponse Team). Unit ini merupakan point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah-masalah keamanan komputer.
Keunggulan kompetitif adalah konsep yang luas tentang bagaimana perusahaan akan bersaing, apa tujuan seharusnya, dan rencana serta kebijakan apa yang akan dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Melalui strategi persaingan perusahaan atas berbagai pesaing dalam beberapa ukuran seperti biaya, kualitas, atau kecepatan. Keunggulan kompetitif mengarah pada pengendalian pasar dan pada laba yang lebih besar dari rata-rata.

Sistem informasi strategis – SIS (Strategic Information System) adalah sistem yang membantu perusahhan mendapatkan keunggulan kompetitif melalui kontribusinya pada tujuan strategis persusahaan atau kemampuan untuk secara signifikan meningkatkan kinerja dan produktivitas. SIS dikarakterisasikan melalui kemampuannya untuk secara signifikan mengubah cara bisnis dilakukan, agar dapat memberi perusahaan keunggulan strategis. Sistem informasi apa pun yang mengubah tujuan, proses, produk, atau hubungan lingkungan untuk membantu persuahaan mendapat keunggulan kompetitif atau mengurangi kelemahan bersaing, di sebut sebagai sistem informasi strategis.

Model Tekanan Persaingan Porter
Kerangka kerja yang paling terkenal untuk menganalisis persaingan adalah model tekanan persaingan dari Michael Porter. Model ini digunakan untuk mengembangkan berbagai strategi bagi perusahaan agar dapat meningkatkan kemampuan bersaingannya. Model ini juga menunjukkan bagaimana TI dapat meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan.

Kelima tekanan utama dan cara internet memengaruhinya dapat di generalisasikan sebagai berikut:
1. Ancaman masuknya pesaing baru
2. Daya tawar pemasok
3. Daya tawar pelanggan (pembeli)
4. Ancaman substitusi produk atau jasa

Dalam banyak cara lainnya, sistem berbasis web mengolah sifat persaingan dan bahkan struktur industri. Contohnya, penjual buku bernes & noble, perusahaan peralatan dan perkakas The Home Depot, serta perusahaan lainnya telah membuat divisi online independen, yang bersaing dengan induk perusahaannya yang memiliki toko fisik. Perusahaan yang memiliki operasi penjualan online dan offline disebut sebagai perusahaan ”clik-and-mortar” (klik dan semen, artinya secara online maupun melaliu toko tradisional) karena penggabungkan baik operasi ”brick-and-mortar” (toko tradisional) dengan e-commerce.

Terakhir, persaingan dipengaruhi oleh fakta bahwa biaya variabel produk digital hampir nol. Oleh karena itu, jika dapat menjual dalam jumlah besar, harga produk dapat begitu rendah sehingga dapat diberikan secara gratis.

Berbagai Strategi untuk keunggulan Kompetitif
Perusahaan secara terus menerus mencoba untuk mengembangkan strategi yang ditujukan untuk mencapai posisi menguntungkan dan berkelanjutan dalam menghadapi kelima tekanan Porter. Porter dan para ahli lainnya mengajukan berbagai strategi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.
12 Strategi tersebut antara lain :
1. Strategi kepemimpinan biaya
2. Strategi diferensiasi
3. Strategi relung pasar (niche)
4. Strategi pertumbuhan
5. Strategi inovasi
6. Strategi aliansi
7. Strategi efektivitas operasional
8. Strategi orientasi pada pelanggan
9. Strategi waktu
10. Strategi halangan masuk
11. Strategi mengikat pelanggan atau pemasok
12. Strategi meningkatkan biaya beralih
  • Pembuatan keputusan merupakan bagian kunci kegiatan dari : 
    • Eksekutif, Manajer, Karyawan, dam setiap manusia dalam kehidupannya.
  • Keputusan terprogram (struktur)
    • Doniat menurut kebiasaan, aturan, prosedur, tertulis, maupun tidak
    • Bersifat rutin, berulang-ulang
  • Keputusan tak terprogram (tidak struktur)
    • Mengenai masalah khusus, khas, tidak biasa
    • Kebijakan yang ada belum menjawab
    • Misalnya Pengalokasian sumber daya
  • Teknik pemutusan terprogram
    • Tradisional
      • Kebiasaan
      • Mengikuti prosedur baku
      • Saluran informasi
    • Modern
      • Menggunakan teknik "Operation research"
        • Formula Matematika
        • Simulasi Komputer
      • Berdasarkan pengolahan data berbantu komputer
  • Teknik keputusan tak terprogram
    • Tradisional
      • Kebijakan intuisi berdasarkan kreatifitas
      • Coba-coba
      • Seleksi dan latihan para pelaksana
    • Modern
      • Teknik pemecahan masalah
      • Latihan pembuatan keputusan
      • Penyusunan program komputer empires
  • Proses pembuatan keputusan
    • Pemahaman dan perumusan masalah
      • Identifikasi gejala yang muncul
      • Cari penyebabnya / masalah utama
      • Cari bagian-bagian yang perlu dipecahkan
      • Pergunakan analisis sebab-akibat
    • Pengumpulan dan analisis data yang relevan
      • Menentukan daya relavan
      • Mengumpulkan data
      • Mencari pola dari ata yang terkumpul
    • Pengembangan alternatif-alternatif
      • Berdasarkan data, disusun beberapa alternatif
      • Untuk setiap alternatif dan kontra, konsekuensi, resiko
      • Semua alternatif harus feasible
  • Proses pembuatan keputusan
    • Evaluasi alternatif-alternatif
      • Nilai efektifitas dari setiap alternati, tolak ukur
        • Realistik bila dihubungkan dengan tujuan dan sumber daya organisasi
        • Seberapa jauh memecahkan masalah
    • Pemilihan alternatif terbaik
      • Berdasarkan alternatif, alternatif terbaik dipilih atau pilih komppromi dari beberapa alternatif
    • Implementasi keputusan
      • Susun rencana untuk menerapkan keputusan
      • Disiapkan mekanisme laporan periodik
      • bila perlu bangun sistem peringatan dini
    • Evaluasi hasil keputusan
  • Keunggulan pembuatan keputusan secara kelompok :
    • Adanya pengetahua yang lebih luas
    • Pencarian alternativ keputusan lebih luas
    • Adanya kerangka pandangan yang lebar
    • Resiko keputusan ditanggung kelompok
    • Karena keputusan kelompok, setiap individu termotivasi untuk melaksanakan
    • Dapat terwujudnya kreatifvitas yang lebih luas, karena adanya berbagai pandangan
  • Kelemahan pembuatan keputusan secara kelompok :
    • Lempar tanggung jawab mudah terjadi
    • Memakan wktu dan biaya lebih
    • Efisien pengambilan keputusan menurun
    • Keputusan kelompok dapat merupakan kompromi atau bukan sepenuhnya kepuusan kelompok
    • Bila ada anggota yang dominan, keputusan bukan mencerminkan keinginan kelompok
  •  Alat pengambilan keputusan 
    • Decision Tree
    • Metode operation research
      • Linear programming, queuing theory
      • Network analysis (ie. CPM)
    • Bantuan Komputer 
      • Information System, Expert System, DSS, EIS
  • Teks keputusan
    • Structured
      • Problem yang rutin, berulang dan memiliki pemecahan yang standar berdasarkan analisa kuantitatif
    • Unstructured
      • Problem yang masih kabur dan cukup kompleksyang tidak ada solusi langsung bisa dipakai
    • Semi structured
      • Sebagian Structured dan sebagian unstructured, Unstructureddan Semi Structured => perlu SPK untuk meningkatkan kualitas informasi, memberi beberapa alternatif solusi